Senin, 04 Juli 2011

disunting dari tulisan teman di kompasiana

Win Raja Wen
Jadikan Teman | Kirim Pesan
Menulis Dengan Niat Baik, Jujur, dan Tulus
OPINI | 04 July 2011 | 12:05
92 32 1 dari 3 Kompasianer menilai menarik

Menulis dengan pikiran jernih dan sepenuh hati dengan niat baik, jujur, dan tulus, belum tentu dapat menyenangkan semua orang, namun kita tidak perlu kecewa dan teruslah menulis.

#
Seorang teman pernah bercerita tentang pengalaman pahitnya menulis di Kompasiana: Bingung mau menulis apa saya. Menulis tentang agama dan kebenaran katanya sok bijak sana-sini. Menulis tentang prestasi saya, dituduh memamerkan kesombongan. Menulis tentang kesulitan hidup saudara-saudara dicap menjual kemiskinan. Bingung aku?!

Saat kita menulis sekalipun dengan niat baik, tulus, dan jujur, saya yakin hal itu tidak akan dapat menyenangkan semua pihak yang membaca. Oleh sebab itu, bila kita tetap memaksakan diri menulis untuk menyenangkan dan bisa dimengerti semua orang, maka kita akan mengalami kekecewaan dan frustasi untuk menulis lagi.

Karena dalam hidup ini kita memang tidak mungkin bisa menyenangkan semua orang, maka untuk itu kita memang tidak perlu memaksakan untuk melakukannya.
Saat kita berniat hendak menyenangkan orang lain, maka kemungkinan ada yang akan dikecewakan.

Seorang sahabat berpesan,”Menulislah sebisa yang engkau bisa disertai niat baik, tulus, dan jujur. Tulislah sesuai kebenaran yang engkau yakini kebenarannya tanpa harus takut untuk disalahpahami.
Tulislah, walaupun mungkin itu bisa terasa pahit dan menyesakkan dada.”

Di dunia ini begitu banyak kepala dengan pikiran, pemahaman, dan kesadaran yang berbeda, sehingga tentu saja apa yang kita tulis tidak mungkin bisa sama dengan pemikiran, pemahaman, dan kesadaran setiap orang.

Pada saat kita sudah menulis dengan niat baik, jujur, dan tulus, itu bukan berarti pasti bisa diterima semua orang. Karena kita juga tidak dapat menolak orang lain untuk tidak senang, disalahpahami, dan curiga.

Saat kita niatkan menulis untuk berbagi kebaikan, bisa saja dicurigai untuk mencari sensasi dan pujian.
Saat kita jujur menulis tidak mengharapkan pujian, bisa saja dikatakan sebagai manusia munafik.
Saat kita menulis tentang kebenaran dari ke dalaman hati, bisa saja ada yang sinis bahwa itu hanya sekadar basa-basi.

Tentu saja walaupun sudah menulis dengan niat baik, jujur, dan tulus, tidak akan membebaskan tulisan kita bebas dari kritikan.

Apapun itu, tetaplah menulis dengan kebesaran jiwa, karena menulis memang tidak mungkin bisa menyenangkan semua orang.
Menulis adalah untuk membebaskan diri untuk berkarya yang berguna.

Menulis selagi bisa dan sebisa yang kita bisa disertai niat baik, jujur, dan tulus serta yang tidak boleh terlupakan adalah dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

Menulislah, jangan sampai kita dihantui oleh hantu-hantu ketakutan akan ketidaksenangan orang lain atas tulisan kita selagi sudah menulis dengan niat baik, jujur, dan tulus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar